Senin, 26 Oktober 2009
Puskesmas dalam perubahan.
Puskesmas dalam perubahan.
>>Gendhu2 rasa untuk kalangan sendiri<<
GIS. Gerakan ibu sayang, Salah. Itu anda menggunakan kata2 di zaman bu Kodiyah yang anda balik2 dari Gerakan Sayang Ibu. Zaman itu waktunya orang senang dengan gerakan2. rumah sakit sayang bayi, rumah sakit sayang ibu, puskesmas sayang bayi, puskesmas sayang ibu. Kalau saya lebih senang mengikuti Bu Suryati, guru TK: “Sayang semuanya, 123”. Nyatanya angka kematian ibu dan angka kematian bayi bisa menurun walaupun sedikit.
Sekarang zamannya IT, tehnologi informasi. GIS, salah satu istilah dalam IT, geographic information system. Sebenarnya juga nggak beda amat dengan gerakannya bu Riswatiningsih 15 tahunan yang lalu dengan PWS imunisasi, pemantauan wilayah setempat imunisasi yang sekarang diperbaharui oleh MCCI. Setahu saya pokoknya, macam2 acara tadi dibuat grafik, dibuat peta, skema. Akan ketahuan daerah yang cakupan imunisasinya rendah sehingga tidak mencapai UCI, harus dikejar bagaimana caranya. Salah satu caranya adalah membuat subsistim “ijon”. Ini asli subsistim produksi “virus lama” sebagai efek samping PWS. Rasah gumun.
Banyak hal yang dapat dipacu percepatannya dengan peta, dengan grafik, dengan skema. Itulah namanya cara. Seperti skema laba2, berapa jumlah alokasi dana, berapa sudah di SPJkan, berapa dana sudah dibayarkan, terus apa yang lainnya saya lupa. Harus dibuat untuk anda dapat memantau kinerja anda. Alat pemantau kinerja yang ikut menjadi persyaratan administratif pencairan dana. Padahal intinya adalah pada persoalan diskontinuitas aliran dana. Coba, apakah kita bisa mengalirkan dana sejak januari misalnya, atau februari atau selambat2nya april. Mengapa harus menanti juli atau oktober dan kemudian justru pada saat itu juga ada gelontoran dana tidak disangka2 dari sumber lain. Aturane Mukiyo tidak merestui apa yang anda harapkan.
Selanjutnya nanti ruang, alat, manusia, tatacara, dipetakan juga. 4 tahun lalu kepala puskesmas pindah ngantor di rumah dinas oleh karena tergusur kepentingan ruang apotik, ruang penerimaan tamu pindah ke rumah dinas karena tergusur kepentingan tempat untuk sholat, tatausaha pindah ke rumah dinas juga oleh karena ruangannya tergusur untuk penyimpanan alat2 titipan yang cukup banyak. 2 tahun lalu kepala puskesmas, ruang penerimaan tamu pindah dari rumah dinas ke garasi mobil ambulan bersama2 loket pendaftaran oleh karena tergusur bagian pengobatan dan pemeriksaan ibu dan anak yang juga oleh karena dia tergusur pembangunan “UGD yang representatif”. Tatausahanya masih eksis nylempit di belakang BP dan KIA baru. Karyawan2 yang nomaden atau tidak menetap yang biasanya parkir duduk di aula tergusur tersebar di doorloop2. Ini cerita, untuk arsip, seandainya suatu saat nanti ada anak cucu bertanya. Nyatanya mbah Rasmudi, mbah Bargo, mbah Noto, mbah Bagyo nggak kelingan lokasi septic tank pada masanya dan ndilalahnya juga nggak ada peta yang diwariskan.
Sekarang bangunan penggusur sudah jadi. Kita memang merancang hanya ada 4 ruang untuk puskesmas: loket, BP, KIA, dan apotik. Ide bagus kan. Ini ide yang jauh lebih singkat dari singkatannya Prof Laksono UGM atau Pak Cahyono Gombong dengan basic six apa basic five. Silahkan dipetakan. Nggambar GISnya juga mudah. Terus nanti bagian belakang gambarnya dikosongi dulu, mbokan kalau inapannya dipindah.
Nek pak kasan tanya: “Terus nek ming papat niku, kula ken teng pundi niki pak”. Jawab bae: “Sampeyan nanti di atas tumpukan watu2 di belakang rumah itu, sama bidan2 desa yang dolan ke puskesmas”. Ada yang nawani: “Lha itu mlati, kenanga, cempaka kan kosong”. Rokhilah cilik malah girig2: “Lah, kegedhen ya, medeni”.
Atfal sing melu motrek: “Wis, yang penting di GIS dulu, yang lain tunggu tanggal mainnya, gak usah banyak pikir, gak usah banyak timbang-timbeng”.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Bentoel eh betul kata , yang penting GIS dulu, kan coba dulu, entar kalau diras kurang dan mepet, trus di tambah ada kepastian "SK" pemindahan para pasien ke GOTROY..kita baru pikirin...
BalasHapus