Kamis, 31 Desember 2009

sadisme

Bukannya mengikut polemik “cicak lawan buaya”, sebenarnya orang-tua2 kita telah banyak memberikan contoh2 semacam yang menggambarkan adanya senjang antara obyek yang satu dengan yang lain. Seperti ungkapan “gajah dengan gajah berlaga, pelanduk mati ditengahnya” kalau ini yang mati obyek yang lain yang tidak ikut bertempur. “Asu gedhe menang kerahe”, ini merupakan hukum yang disepakati bahwa yang kuat yang menang. Tapi suatu saat dalang cerita dapat mengubah kemenangan dipihak yang kelihatannya lemah atau yang secara logika tidak mungkin untuk menang seperti dalam cerita “keong balapan lari dengan kancil”. Gap, kontras, senjang merupakan suatu cara untuk menarik perhatian orang yang kemudian dapat menimbulkan simpati yang dapat menguntungkan pihak2 tertentu.
Sebagaimana sebuah “slilit”, barang yang kecil terletak disela2 gigi, tapi dapat menimbulkan reaksi yang luar biasa dari badan besar seseorang yang terkena “slilit”. Model ini sering ditayangkan dalam bentuk seperti menayangkan anak kurang gizi di daerah yang katanya pendapatan perkapita penduduknya tinggi.

Sabtu, 07 November 2009

Data orang miskin & mental kere


Data orang miskin & mental kere

>>Tidak ada yang sulit kalau kita bersungguh2 dan berusaha berlaku adil<<
(untuk kalangan sendiri)

Tahun 2005. kalau kita hitung sampai sekarang sudah 4 tahun. Kalau bulannya awal, sekarang sudah hampir 5 tahun. Waktu ini sangat singkat seandainya digunakan untuk evolusi dinosaurus, tapi kalau waktu ini digunakan untuk validasi data, maka waktu sepanjang ini tidak boleh dikatakan singkat. Tapi demikianlah yang terjadi. Data orang miskin yang digunakan sampai sekarang ini masih mengacu data tahun 2005. Mengapa menjadi sedemikian lambat. Untuk kehati2an?

Padahal sebenarnya tidak begitu sulit menentukan siapa orang yang miskin. Orang awampun tahu. Kalau dengan sistimnya Pak Ustadz, catat saja orang2 yang tidak mampu membayar zakat fitrah. Ada 2 macam golongan miskin yang tidak mampu membayar zakat fitrah, yang satu memang betul2 miskin, yang kedua oleh karena orangnya sangat kikir alias dia masuk dalam kategori miskin rohani.

Kata “miskin rohani” atau dalam bahasa yang lebih kuno lagi adalah "mental kere" sebenarnya merupakan kata untuk menyudutkan seseorang ke dalam golongan sifat tercela, yang harapannya tidak ada orang yang mau masuk ke dalam golongan itu. Tetapi apa yang terjadi, ternyata orang yang miskin atau orang yang mau digolongkan miskin jumlahnya menjadi menggelembung. Bayangkan saja ada seorang pensiunan pegawai golongan IV atau kalau tidak golongan III ruang akhir, ikut meminta jatah beras miskin, Atau direktur institusi swasta masih juga ikut minta jatah beras miskin. Miskin menurut dia adalah orang yang masih kekurangan, dan siapa di dunia ini yang merasa sudah tidak kekurangan.

Awal saat ada program2 berkait miskin sebenarnya sudah sejak zaman pak harto dengan nama yang dihaluskan dalam istilah “desa tertinggal”, ada kriteria penentuan desa tertinggal di kala itu, seperti adanya pasar, adanya tempat pengobatan, sarana jalan, jarak dari pusat kota kecamatan dan lain2. BKKBN mengikuti model itu dengan istilah yang juga halus yaitu “keluarga prasejahtera”, ada proyek untuk itu yaitu pengentasan keluarga prasejahtera dengan program plesterisasi, kala itu zamannya pak yudo jatmiko dan pak ibnu subardono, kriteria tingkat keluarga menurut BKKBN adalah sebagai berikut :
1. anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut masing2
2. pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih
3. seluruh anggota memiliki pakaian yg berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah & bepergian
4. bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah
5. bila anak sakit dan / PUS ingin ber-KB dibawa ke sarana/ petugas kesehatan obat/ cara modern
6. anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing2
7. paling kurang sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ ikan/ telur sebagai lauk pauk
8. seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru setahun terakhir
9. luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni rumah
10. seluruh anggota keluarga tiga bulan terakhir dlm keadaan sehat sehingga dpt melaksanakan tugas/ fungsi masing2
11. paling kurang satu orang anggota keluarga yg berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap
12. seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 th bisa baca tulisan latin
13. seluruh anak berusia 07-15 th bersekolah pada saat ini
14. bila anak hidup 2 atau lebih keluarga yang masih PUS saat ini memakai kontrasepsi
15. keluarga mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama
16. sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga
17. keluarga biasanya makan bersama paling kurang 1 kali sehari dan dimanfaatkan utk komunikasi antar anggota keluarga
18. keluarga biasanya ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya
19. keluarga mengadakan rekreasi bersama/ penyegaran di luar paling kurang sekali dalam 6 bulan
20. keluarga dapat memperoleh berita dari surat kabar/ radio/ tv/ majalah
21. anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat
22. keluarga/ anggota keluarga secara teratur pada waktu tertentu dg sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masy. dlm bentuk materiil
23. kepala keluarga/ anggota keluarga aktif sbg pengurus perkumpulan/ yayasan/ institusi masyarakat
keluarga yang belum mencapai pertanyaan 1 adalah keluarga prasejahtera, keluarga yang belum dapat mencapai level pertanyaan 6 adalah keluarga sejahtera 1, keluarga yang belum dapat mencapai pertanyaan level 15 adalah keluarga sejahtera 2, keluarga yang belum dapat mencapai pertanyaan level 22 adalah keluarga sejahtera 3, keluarga yang sudah dapat mencapai pertanyaan level 22 adalah keluarga sejahtera 3 plus.

selanjutnya setelah pak harto lengser terjadi krisis ekonomi sehingga banyak orang jatuh miskin, kesehatan ikut2 menangani orang miskin ini dengan program JPSBK. Oleh karena JPSBK merupakan program yang pertama penanganan kemiskinan di bidang kesehatan maka nama tersebut masih terkenal sampai sekarang, Kriteria miskin menurut JPSBK pada waktu itu adalah sebagai berikut :

KRITERIA KELUARGA MISKIN MENURUT JPSBK
1. keluarga yang makan kurang dari 2 kali
2. keluarga yang tidak mampu berobat ke tempat pengobatan terdekat
3. keluarga yang anak usia sekolah di dalamnya tidak dapat bersekolah
4. keluarga yang kepala keluarga mengalami phk

JPSBK pada waktu itu mengacu dengan satuan keluarga sebagimana BKKBN, sehingga di kala itu, di tingkat desa dan kecamatan kedua kriteria digabungkan untuk bersama2 mendapatkan gambaran keluarga miskin yang lebih akurat.
Pendataan miskin tahun 1998 dilakukan dengan kerjasama kader, perangkat desa, petugas plkb, bidan desa dan disyahkan daftarnya dengan mekanisme validasi data yang di situ ada tim dari tokoh masyarakat, perangkat desa, bidan desa, plkb, petugas kecamatan dan kades sebagai penanggung jawab.

Sebenarnya sejak jaman IDT orang2 yang ingin menyalahgunakan sudah pada “nginceng” untuk memasukkan diri atau anggota keluarganya atau kelompoknya untuk dapat masuk kedalam golongan orang yang dapat bantuan. Pada saat JPS tahun2 pertama belum begitu banyak orang ingin menjadi golongan JPS, tapi setelah selanjutnya melihat enaknya jadi masuk jadi golongan JPS dimana dapat berobat dengan tidak membayar sementara yang lain membayar 3000 rupiah di kala itu, dapat bantuan gizi, dapat dirawat di rumahsakit bebas biaya, maka kemudian berbondong2lah orang untuk meminta di JPS-kan. Apalagi pada waktu itu juga ada program pembagian raskin (beras miskin) dan sebagainya yang dibagikan oleh kecamatan dan desa. Masing2 yang pegang kuasa men-JPS-kan memegang kendali untuk memasukkan anggota keluarga ke dalam anggota JPS. Kalau JPS raskin dalam kekuasaan Rt, Rw, Pamong, dan berakhirnya di Kades, kalau JPS kesehatan dalam kekuasaan dari kader kesehatan, Rt, Rw, Pamong, Bidan desa, dan akhirnya di Kepala Puskesmas, penguasa terakhir Kepala Puskesmas karena dia yang menerbitkan kartu.
Data JPS raskin bisa sama atau bisa tidak sama dengan data JPS Kesehatan, tapi kebanyakan tidak sama, dan kebanyakan raskin itu dibagi rata semua penduduk kecuali orang2 yang masih punya iman yang kuat yang tidak mau menerima bagian “bagi rata” beras miskin.

Selanjutnya, di tahun 2004 akhir, dianggap sebuah ketidakbaikan seandainya puskesmas mengurusi keanggotaan JPS dan sekaligus pelayanan JPS. Padahal sebenarnya puskesmas hanya menerima data dari tim desa yang terdiri dari berbagai macam komponen masyarakat. Maka berpindahlah era keanggotaan JPS diurus oleh Askes, termasuk juga beberapa kegiatan yang dulu diserahkan puskesmas kemudian dikerjakan oleh pusat maupun daerah seperti contohnya pengadaan obat oleh pusat yang ternyata tidak sesuai dengan yang dibutuhkan puskesmas dan juga dalam batas hampir kadaluarsa dan juga pengadaan PMT oleh pusat dan daerah yang ternyata tidak sesuai dengan yang biasa dimakan oleh balita gizi buruk dan tanggalnyapun juga mepet2 kadaluarsa. Sedemikian banyak orang mau menjadi miskin dan sedemikian banyak pula orang yang mau beramal menyalurkan bantuan untuk orang miskin.

Pencetakan kartu kepesertaan Askeskin (nama baru JPSBK) oleh Askes tidak kunjung selesai. Maklum petugas di kantor Askeskin jumlahnya terbatas (Kabupaten Tegal bersama2 rayahan dengan Kabupaten lain se wilayah Askes Pekalongan) dan ada faktor yang lain seperti data yang dipakai oleh Askes pada waktu itu adalah data terakhir keluarga miskin di Puskesmas2 yang waktu itu data masih bentuk tulisan tangan (waktu itu komputer masih barang mahal dan belum semua petugas dapat mengoperasionalkannya), sehingga Askes harus memindahkannya menjadi data dalam komputer (pekerjaan yang tidak ringan kalau se wilayah pekalongan dikerjakan sendiri). Ada juga kasus data “ketlingsut” sehingga bisa terjadi beberapa desa tidak mendapatkan kartu sama sekali atau hanya separonya atau seperempatnya. Sedemikian “kisruhnya sehingga kemudian ada keputusan Puskesmas harus melayani pasien dengan kartu Askeskin yang baru, kartu JPS baru atau kartu JPS lama atau bahkan terhadap pasien yang membawa SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dari Kepala Desa.

Penyaluran dana-pun juga tidak begitu lancar kalau tidak boleh dikatakan macet. Waktu itulah masa2 sulit. Klaim Askeskin untuk pelayanan rawat inap puskesmas belum terbayar selama hampir 2 tahun, sama juga dengan rumah sakit kecil dan besar pada saat itu. Lebih sulitnya lagi di Kabupaten Tegal pada saat itu juga terjadi peralihan aturan yang mengharuskan semua penghasilan (termasuk hasil pelayanan rawat inap yang membutuhkan operasional langsung untuk makan pasien) disetor ke Kas Daerah dan untuk segala kegiatan (termasuk untuk makan pasien) dirancang dalam operasional puskesmas (yang biasanya mulai cair dananya paling cepat bulan juni tahun yang bersangkutan). Pada waktu itu dana baru mulai cair seingat saya bulan oktober tahun bersangkutan.

Sedemikian banyak orang rayahan jadi miskin sehingga selanjutnya BPS melakukan penyaringan orang miskin, sendiri, tanpa tim, tanpa kades, tanpa tokoh masyarakat, mungkin dengan pamong (walaupun mungkin pamong tidak tahu acara sebenarnya yang dilakukan), kriteria disembunyikan, tidak banyak orang tahu dan penentu hasilnya adalah pusat statistik untuk menghindari pengkambinghitaman perangkat pendata, hasilnya dalam bentuk daftar keluarga yang mendapat BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang banyak dikecam oleh intelektual, ahli2 kemasyarakatan, tokoh masyarakat dan bahkan juga Kades yang tidak tahu menahu tetapi menanggung akibat buruknya. Selanjutnya kades diikutsertakan/ diperbolehkan mengajukan revisi bersama dengan perangkatnya. Menurut kemauan Kades seluruh atau paling tidak sebanyak2nya masyarakatnya masuk anggota miskin sehingga dapat bantuan, tetapi pusat menentukan persenan/ kuota orang miskin disuatu desa. Akhirnya data yang diajukan kades dipotong tidak semenamena, ada yang dipotong anaknya yang masuk KK-nya, ada yang dipotong KK-nya yang masuk anaknya, ada yang dipotong RW yang terletak didaftar paling bawah. Kisruh lagi.

Akhirnya diputus dengan SK Bupati dan dicetaklah kartu kepesertaan JAMKESMAS (nama yang baru lagi setelah Askeskin) oleh askes yang merupakan bagian pencetak
Kartu. Puskesmas diberi kopian Database yang formatnya “mosak masik”,penomoran Rt Rw-nya tak seragam, format tanggal lahir tak seragam, juga hubungan keluarga tak semua diisi. Kartu dicetak tanpa ada nama KK sehingga membingungkan, pasien ini anaknya siapa.

Sehubungan dengan jeleknya pendataan yang dilakukan maka tidak valid pula orang yang mendapat kartu sehingga pada waktu kartu diserahkan ke desa, Kepala Desa tidak berani membagikan ke orang2 yang sudah tertulis di kartu oleh karena tidak sesuai yang diharapkan oleh desa. Ekses selanjutnya adalah kartu tidak dibagikan ke “by name by address” (kata yang dibanggakan oleh bebeapa orang), toh berobat di puskesmas juga sudah gratis, kartu ada yang diambil ke pamong kalau nanti pasien sakit dan perlu dirawat di rumahsakit, kalau perlu diambilkan kartunya warga lain yang namanya hampir sama atau umur2annya hampir sama sekaligus dicaripinjamkan kartu KK dari tentangga yang hampir sama atau dibuatkan SKTM oleh karena masih ada peluang untuk diterima di rumahsakit daerah.

Terus2ane (selanjutnya) oleh karena kartu jamkesmas tidak dibagikan by name by address menyebabkan banyak orang yang sebenarnya berhak atas kartu, terpaksa memakai SKTM yang akhirnya berujung pembayaran klaim perawatan yang harusnya dibayar oleh JAMKESMAS tapi yang membayar Pemerintah Kabupaten. Padahal sedemikian banyaknya jumlah orang yang memakai SKTM tersebut.

Wah malah akhir2e saya jadi bingung.

Ini nanti yang terakhir akan beredar data orang miskin tahun 2008, saya masih sangsi hasilnya tetep akan “dipaido” oleh masyarakat karena pendataanya “ndhelik2”, bisa saja nanti masyarakat bilang datanya "ngarang" oleh karena mereka tidak pernah tahu petugas pendata datang, tidak ditransparankan dengan pemuka2 masyarakat di masing2 tempat dan seterusnya tunggu kisruhnya lagi.

Priben Wak ?

Jarene Pakde Jarwo : “Mulane sampeyan ari kerja kuwe sadurunge kudu ditatani disit cara2ne, standare, kriteriane, terus dicritakna nang sedulur kareben kabeh bareng2 melu nyengkuyung gawean mau, ditandangi bareng2 kalawan temen2 alias dengan sungguh2, terus hasile dimusyawarohna karo sedulur2 (maning) adedasar adil marang sapada2, aja pada rayahan pengin ulih bagean sing akeh najan ora kumecap na lesanmu, SPJ-ne gawenen gampang, aja diangel2, aja gonta-ganti format (eling sabda pandhita ratu datan kena wola-wali) mundhak mbingungake kawula cilik, aja dumeh kuwasa gawe acara, melas, kabeh padha dene nyambut gawe, nek sampeyan gawe angel, malah mengko ora rampung gaweane, sampeyan malah mlebu golongane wong sing ngalang2i hak-e manungsa. Cukup, sesuk disambung maneh.”

Matur nuwun, wak !

Nyong malah ngapalna : “By name by address, By name by address, By name by address, By name by address, By name by address, By name by address, By name by address, sing durung klakon2 benere ing zaman kang wis maju kaya ing wayah iki”

Jumat, 30 Oktober 2009

Satu untuk seribu


Satu untuk seribu

>>gendhu2 rasa untuk kalangan sendiri<<

“Engkau satu diantara seribu”. Itu lagunya Dian Pisesha tahun 80-an. Bagaimana kalau satu untuk seribu.

Coba kalau kita daftar tugas2 laporan yang harus dikumpulkan untuk untuk mencukupi surat2 pertanggungjawaban atas kerja kita. Misalnya saja dalam pelayanan pasien berobat. (Ini sak kelingane nyong).
, 10 besar pasien umum rawat jalan
, 10 besar pasien jamkesmas rawat jalan
, 20 besar pasien umum rawat jalan
, 20 besar pasien jamkesmas rawat jalan (ada yang minta juga)
, rincian jumlah pasien masing2 poli menurut lokasi pelayanan
, pasien periksa hamil
, pasien ibu menyusui
, pasien remaja
, pasien balita dengan golongan berat badan
, pasien 36 bulan dengan berat badan lulus
, pasien diare
, pasien ispa
, laporan w2
, lb1
, pasien menurut penyakit pergolongan umur laki2 perempuan
, pasien menurut penyakit per desa
, penyakit tidak menular
, pasien di pkd
, pasien di puskesmas keliling
, pasien jamkesmas dalam gedung
, pemakaian obat per lokasi pelayanan
, pemakaian obat untuk penyakit tertentu ispa dan rematik
, pemakaian obat askes
, daftar pasien inap umum
, daftar pasien inap askes
, daftar pasien inap jamkesmas
, jumlah pasien penyakit jiwa
, jumlah pasien narkoba
, pendapatan retribusi
, laporan afp
, daftar hadir visite
, hari perawatan
, BOR
, LOS
, pasien gigi menurut diagnosa dan jenis tindakan
, pasien PKD menurut golongan anak dewasa hamil
, pasien Puskesmas keliling menurut anak dewasa hamil
atau apa yang lain lagi yang akan diminta oleh pembuat kebijakan

Itulah seribu permintaan yang bisa anda layani jikalau anda punya register dalam bentuk register elektronik, dengan cara hitungan yang sangat sederhana atau dengan cara hitungan yang lebih khusus.

Saya ambil satu contoh laporan LB1 yang terbaru berisi kotak yang harus diisi sebanyak 169x 20= 3380, ini baru satu jenis laporan.

Anda masih mau memakai buku folio yang digaris2 tidak lurus dengan menggunakan pralon wavin yang dibuntel dengan kertas bekas penanggalan yang dilem dengan lem tackol sehingga akhirnya dikrikiti coro, terus bukunya kumal karena berhari2 diusek2 dan pojokannya nglunthung kegosok2 tangan. Dan menghitung dengan lidi dibuat pagar dengan setiap lima lidi disatukan, untuk 3380 kotak dari satu jenis laporan.

Jere Carkunah: “Ini baru pekerjaan. Teganya dikau mengerjain orang, atau malah sukanya engkau dikerjain. “

“Weleh, kok angel nemen ngajak batir untuk menyimpan data dalam bentuk data elektronik, atau mumpung dengkul ini masih tajam ?”

Kamis, 29 Oktober 2009

Andaikan aku burung.


Andaikan aku burung.

>>ngarang crita<<

“Bi, ente karo nyong siki dadi golongan sing dilebokne daftar hitam karo manungsa, kaya golongane noordin m top, dadi golongan teroris.” Kandane manuk.
“Maksude ente merga dhewe kiye dadi pembawa virus flu, ngono? Pitakone babi.
“Iya”. Jawabe si manuk.
“Padahal dhewek rak ora njaluk kenang flu ta nuk, dhewek rak mung nglakoni kenyataan hidup ternyata harus kenang flu, wong enyong ya ora mayeng2 golet flu kongkon melu nyong”.
“Lha iya, lha sing nggawa mayeng2 dhewek, angin2an kosi kenang flu rak menungsa, dhewek rak mung manut menungsa wong dheke sing wenang ngatur. Malah sing nulari flu nang nyong ente rak manungsa, tremasuk dheke sing tidak bisa menata lingkungan untuk kita sehingga kita bisa sehat. Kayong kandange nyong sing ora prenah diresiki, tremasuk kandang ente, juga kandange ponakanku ayam, bebek dan lain2. Terus ari dheke membutuhkan kita, kudune rak dianakne vaksinasi kaya bayi2 manungsa nang posyandu kae, terus dianakne KB dadi ben populasine dhewek kuwe ora umpel2an kaya nggone ponakanku ayam kae”.
“Lha kuwe”.
“Kiye apa maning ari ente konangan perekan karo nyong, kuwe luwih dilarang maning. Jarene ngko pan mbikin virus flu baru yang bisa menyebabkan pandemi flu bagi manusia, priben jal ?” takone manuk.
“Nek nyong ta wis apa karep, nyong ta pasrah, wong nyong ora bisa usaha apa2, mung nyong duwe harapan kaya sing ente omong, mestinya manusia harus bisa mensejahterakan bangsa kewan, baik tempat tinggal yang memadai, aja kosi umpel2an, kecukupan gizi, penyelenggaraan imunisasi, termasuk ari perlu kecukupan alat atau obat kontrasepsi kaya implan, suntik apa pil, ngono”.
“Lah, ente ngarang bi, lha wong nggo nyukupi bangsane kana dhewek bae direwangi pada rayahan kok, apa maning nggo ngurusi bangsane sampeyan. Wis nyong pan lunga, mundhak diarani berkolaborasi karo ente nggawe virus flu anyar”.
Kang Atfal kesling sing ngrungokne omongane manuk karo babi ikut berkomentar: “Demikianlah, kalau kita mau mengambil manfaat dari siapapun, kita harus “sembada” alias konsekwen. Termasuk babi dan burung. Kita harus bisa menjaga kesehatan mereka sehingga kita juga sehat. Sehat untuk semua”.

Senin, 26 Oktober 2009

Puskesmas dalam perubahan.


Puskesmas dalam perubahan.
>>Gendhu2 rasa untuk kalangan sendiri<<

GIS. Gerakan ibu sayang, Salah. Itu anda menggunakan kata2 di zaman bu Kodiyah yang anda balik2 dari Gerakan Sayang Ibu. Zaman itu waktunya orang senang dengan gerakan2. rumah sakit sayang bayi, rumah sakit sayang ibu, puskesmas sayang bayi, puskesmas sayang ibu. Kalau saya lebih senang mengikuti Bu Suryati, guru TK: “Sayang semuanya, 123”. Nyatanya angka kematian ibu dan angka kematian bayi bisa menurun walaupun sedikit.

Sekarang zamannya IT, tehnologi informasi. GIS, salah satu istilah dalam IT, geographic information system. Sebenarnya juga nggak beda amat dengan gerakannya bu Riswatiningsih 15 tahunan yang lalu dengan PWS imunisasi, pemantauan wilayah setempat imunisasi yang sekarang diperbaharui oleh MCCI. Setahu saya pokoknya, macam2 acara tadi dibuat grafik, dibuat peta, skema. Akan ketahuan daerah yang cakupan imunisasinya rendah sehingga tidak mencapai UCI, harus dikejar bagaimana caranya. Salah satu caranya adalah membuat subsistim “ijon”. Ini asli subsistim produksi “virus lama” sebagai efek samping PWS. Rasah gumun.

Banyak hal yang dapat dipacu percepatannya dengan peta, dengan grafik, dengan skema. Itulah namanya cara. Seperti skema laba2, berapa jumlah alokasi dana, berapa sudah di SPJkan, berapa dana sudah dibayarkan, terus apa yang lainnya saya lupa. Harus dibuat untuk anda dapat memantau kinerja anda. Alat pemantau kinerja yang ikut menjadi persyaratan administratif pencairan dana. Padahal intinya adalah pada persoalan diskontinuitas aliran dana. Coba, apakah kita bisa mengalirkan dana sejak januari misalnya, atau februari atau selambat2nya april. Mengapa harus menanti juli atau oktober dan kemudian justru pada saat itu juga ada gelontoran dana tidak disangka2 dari sumber lain. Aturane Mukiyo tidak merestui apa yang anda harapkan.

Selanjutnya nanti ruang, alat, manusia, tatacara, dipetakan juga. 4 tahun lalu kepala puskesmas pindah ngantor di rumah dinas oleh karena tergusur kepentingan ruang apotik, ruang penerimaan tamu pindah ke rumah dinas karena tergusur kepentingan tempat untuk sholat, tatausaha pindah ke rumah dinas juga oleh karena ruangannya tergusur untuk penyimpanan alat2 titipan yang cukup banyak. 2 tahun lalu kepala puskesmas, ruang penerimaan tamu pindah dari rumah dinas ke garasi mobil ambulan bersama2 loket pendaftaran oleh karena tergusur bagian pengobatan dan pemeriksaan ibu dan anak yang juga oleh karena dia tergusur pembangunan “UGD yang representatif”. Tatausahanya masih eksis nylempit di belakang BP dan KIA baru. Karyawan2 yang nomaden atau tidak menetap yang biasanya parkir duduk di aula tergusur tersebar di doorloop2. Ini cerita, untuk arsip, seandainya suatu saat nanti ada anak cucu bertanya. Nyatanya mbah Rasmudi, mbah Bargo, mbah Noto, mbah Bagyo nggak kelingan lokasi septic tank pada masanya dan ndilalahnya juga nggak ada peta yang diwariskan.

Sekarang bangunan penggusur sudah jadi. Kita memang merancang hanya ada 4 ruang untuk puskesmas: loket, BP, KIA, dan apotik. Ide bagus kan. Ini ide yang jauh lebih singkat dari singkatannya Prof Laksono UGM atau Pak Cahyono Gombong dengan basic six apa basic five. Silahkan dipetakan. Nggambar GISnya juga mudah. Terus nanti bagian belakang gambarnya dikosongi dulu, mbokan kalau inapannya dipindah.

Nek pak kasan tanya: “Terus nek ming papat niku, kula ken teng pundi niki pak”. Jawab bae: “Sampeyan nanti di atas tumpukan watu2 di belakang rumah itu, sama bidan2 desa yang dolan ke puskesmas”. Ada yang nawani: “Lha itu mlati, kenanga, cempaka kan kosong”. Rokhilah cilik malah girig2: “Lah, kegedhen ya, medeni”.
Atfal sing melu motrek: “Wis, yang penting di GIS dulu, yang lain tunggu tanggal mainnya, gak usah banyak pikir, gak usah banyak timbang-timbeng”.

Rabu, 21 Oktober 2009

SPT SPPD


SPT SPPD

>>Gaweane mung gendhu2 rasa terus<<

Kalau anda mbukak pc saya anda akan ketemu dengan direktori spt sppd, disitu anda akan ketemu tumpukan arsip arsip surat perintah tugas dan/ atau surat perintah perjalanan dinas dari dalam bentuk file word, excel, lotus dan mungkin ws.
Biasanya untuk jenis surat atau blangko laporan yang sering dipakai, saya menyingkatnya dengan program kecil2an sehingga mudah pengerjaan selanjutnya (kaya nek nang dinkes semaceme program sing dinggo nggarap surat cuti kae). Tetapi setelah ketemu spt dan sppd, file itu numpuk tidak bisa saya singkat menjadi satu bentuk yang mudah dan nanti dapat digunakan berulang2.
Apa sebabnya?
Sebabnya adalah sedemikian banyak macam reka bentuk spt atau sppd, Menurut orang yang diperintah, ada yang untuk satu orang satu pekerjaan, dua orang satu pekerjaan, tiga orang satu pekerjaan, empat orang satu pekerjaan, lima orang satu pekerjaan dan ada yang terpanjang yang ada disitu adalah surat tugas untuk tujuh puluh lima orang satu pekerjaan. Menurut pekerjaan, ada yang satu orang dua pekerjaan, satu orang tiga pekerjaan dan mungkin nanti yang paling panjang adalah satu orang 31 pekerjaan itu surat perintah untuk "pak was" dalam rangka bekerja dalam satu bulan. Kok bisa sampai segitu sih. Oleh karena di kantor saya menganut tujuh hari kerja dalam seminggu dan seharinya dua puluh empat jam setemblei “eh” standby.
Kembali ke bentuk spt atau sppd, sesuai dengan yang saya sebutkan diatas bila dihitung akan ada 31 kali 75 kemungkinan bentuk spt sppd. “dadine pira ya?”, “mbuh”, kira2 2325 macam. Jadi kalau saya mau jadi gombale mukiyo saya bisa membuat dua ribu tiga ratus dua puluh lima kesulitan untuk orang2 yang mau minta uang jalan dari saya. Untungnya saya nggak ngerti masalah hukum dan belum pernah sekolah administrasi, kalau saya sekolah yang dua macam itu, saya bisa membuat tingkat kesulitan lebih buanyak lagi oleh karena tingkat kesulitan tadi masih akan saya lipatkan kali dengan sejumlah produk hukum.
Nek menurut tukang ketik, memang sing paling efisien effektif itu adalah satu surat untuk satu kegiatan terserah untuk berapa orang, “iki sing paling apik oleh karena nyata pekerjaanne, dilihat oleh orang yang menyaksikan alias pak kades, terus pak kadese ora kakehen tandatangan, jadi ada aspek ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan. Emangnya pekerjaan kades menandatangani surat lu doang”. Sebawahnya lagi adalah masing2 orang satu surat untuk satu kegiatan walaupun kegiatan itu dilakukan bersama rekan lain, model seperti ini sudah melecehkan kewibawaan pak kades disamping juga pemborosan kertas, sehingga mempercepat pemanasan global juga pemborosan tinta oleh karena biasanya mintanya cetakan hurufnya harus tebal ("kok ora tuku kacamata bae ya"). “Disini sudah sedikit melanggar ketuhanan oleh karena mempercepat perusakan alam ciptaan tuhan, melanggar kemanusiaan oleh karena meminta tandatangan terlalu banyak, melanggar keadilan oleh karena membuat surat terlalu banyak, pemborosan waktu”. “Sebawahnya lagi model satu orang membawa satu surat dibawa untuk 31 hari kerja, ini model kuno tahun 80-an jamane pak daryo karo pak ripin, jenengane buku wirawiri, dan juga model paling wagu dari ketiganya di jaman sekarang, dan kalau hilang surat itu, harus muter lagi jalan yang sudah dijalani sebulan dan juga mengerjai pak kades lagi minta tandatangan tur mengko mesti surate wis lusuh, durung nek mangsa udan kecesan banyu udan ana apa.”
Nyong kok malah neg krungu keterangane tukang ketik.
Kang darman karo kang eko saking binggunge muni: “Niki sak jane sampeyan niku pan mbayar napa mboten, nek pancen eman dhuwite kula mboten dibayar mboten napa2 mboten susah diangel2 tinimbangane suwe2 sampeyan mangkih dadi gombale mukiyo.” Maklum kang darman karo kang eko kan sing sering tugas luar.
Nyong dadine ngelus dadane nyong dhewek, pancen angel ngomong karo wong ora ngerti, tak tambahi kukur2 gundhul apa malah nyong sing “gebleg” ya ?

Minggu, 18 Oktober 2009

"Rasa Lain"


“Rasa lain”

>>Ini hanya gendhu2 rasa untuk kalangan sendiri saja<<

Pernahkah sampeyan mendengar menu “ikan bakar rasa tahi ayam” ? Istilah2 model begini adalah istilah yang biasa digunakan oleh adik2 mahasiswa untuk mengungkapkan sesuatu hal yang bertentangan atau sedikit melenceng dari suatu harapan atau gambaran yang semestinya atau yang biasanya. Contoh tadi dialamatkan pada sebuah rumah atau warung makan ikan bakar yang berdiri didekat peternakan ayam yang masih operasional tetapi jarang dibersihkan.

Pernah ada kegiatan Jamsostek peduli kesehatan, lokasi dilaksanakannya di dekat puskesmas pembantu. Untungnya kala itu periksa puskesmas masih berbayar, jadi sedikit banyak ada manfaatnya, walaupun sebenarnya mungkin lebih baik Jamsostek mengurusi dulu tugasnya yang yang mungkin belum sempurna di bidang pelayanan pengobatan karyawan, pencegahan kecacatan akibat kerja atau atau pelengkapan alat2 pelindung kerja bagi karyawan sesuai dengan risiko yang ada.

Pernah dengar lagi “Danamon peduli kesehatan”, dilaksanakan di pasar yang menjadi wilayah kerja bisnisnya. Karuan saja orang satu pasar semua mengikuti periksa gratis, sampai kehabisan tiket. Ini masih ada sambungannya oleh karena kesehatan warga pasar berdampak pada urusan peningkatan ekonomi. “Kok tidak ngurusi warga pasar yang terjerat lintah darat atau bank plecit atau bank othok saja pak?”, jawabnya “itu mah sudah biasa”.

Nyong pertamanya kaget kok ada seseorang peduli habis sama posyandu. Beliau pengin mendirikan posyandu oleh karena warga sekitarnya jauh untuk dapat menjangkau posyandu terdekat. Ujungnya kalau nggak keliru ada lomba Pegadaian peduli posyandu. Bagus juga idenya.

Lagi2 ada “Telkom peduli kesehatan”. Nyong didatangi staff telkom (padahal potongannya pantas jadi boss), dan juga ditelepon atasannya yang lain lagi, intinya mau megadakan pemeriksaan kesehatan gratis dan pemberian makanan tambahan bagi balita. Nyong sampaikan kalau di kabupaten Wak Agus, pelayanan kesehatan dasar gratis itu sudah dilaksanakan sejak lama, baik di puskesmas, puskesmas pembantu, poliklinik desa, bahkan juga dengan puskesmas keliling yang nyampai di pelosok2 desa. Begitu pula tidak kekurangan program yang menyangkut pemberian makanan tambahan. Nyong usulkan untuk seandainya sampeyan betul peduli kesehatan sampeyan dapat membuatkan sumur bor dalam di daerah Kertasari atau Jatimulya yang kalau musim kemarau kekurangan air bersih. Ternyata tidak jadi kembali. Mungkin setelah tahu biayanya cukup besar, kira2 6 juta, padahal kalau pengobatan gratis, 1 juta saja sudah menggemparkan dunia kepameran. Ini juga rasa lain, padahal sebenarnya membantu akses internet ke sekolah2 supaya bisa lancar dan murah merupakan pekerjaan yang lebih cocok dengan bidangnya.

Ini ada lagi Radar 17 oktober 2009. PT Askes peduli pendidikan. Nyong berpikir, mungkin urusannya dengan layanan bidang kesehatan sudah sempurna. Seperti ngurusi pembaharuan kartu peserta pensiunan2 yang sudah tua yang tak mampu ngurus sendiri, atau melengkapi paket pemeriksaan kesehatan yang sering diperlukan oleh anggota, atau melengkapi paket obat yang sering diperlukan oleh anggota. Atau memperbesar jasa pelayanan, sehingga pasien Askes dapat dilayani lebih baik. Atau mungkin betul2 dapat melengkapi kartu kepesertaan pasien jamkesmas, memberikan informasi kepesertaan pada tempat pelayanan kesehatan. “Pengin rasa lain kali”.

Ini yang terakhir, Nyong baru merasakan “keramik rasa rawa” alias keramik yang amoh sehingga pada saat terinjak njeblos seperti kejeblos di rawa.

Kamis, 15 Oktober 2009

Para pelaku sejarah
























Berikut ini para pelaku sejarah. Mereka masih diberi kesempatan bermain. Apa yang akan dikenang setelah mereka selesai bermain nantinya akan tertulis dalam sejarah.
Bagi pemain yang belum terpasang gambarnya supaya bergambar dulu. Yang gambarnya terlalu bagus dan tidak sejelek gambar aslinya boleh minta untuk diganti.

Rabu, 14 Oktober 2009

Prioritas



Prioritas

>>Ini ada ilmunya memilih, tapi ini tidak begitu ilmiah<<

Prioritas dapat berarti barang atau hal yang dipentingkan atau juga dapat berarti proses pemilihan atau penderajatan kepentingan sesuatu hal.

Ini beberapa contohnya:
- beli baju atau bayar sekolah; menurut yang saya perhatikan sekarang, anak2 pilih beli baju oleh karena bayar sekolah kan urusan abah.
- sekolah tidak makan atau makan tidak sekolah; menurut yang saya perhatikan sekarang pilih makan oleh karena sekolah tidak mnjamin nanti bisa cari makan.
- makan cukup atau bikin rumah; kalau saya perhatikan pilih bikin rumah, oleh karena pertanyaan ini biasanya diberikan pada orang yang sudah berpenghasilan tapi pas2an, penginnya bisa segera lepas dari numpang di mertua.
- perhiasan terjual atau keluarga meninggal tak terobati; kalau ini separo lebih tidak ingin perhiasannya terjual, milih cari hutang nyecrek.
- pilih usaha kesehatan promotif, preventif atau kuratif; kalau dalam kondisi krisis seperti beberapa waktu kemarin yang sebenarnya disebabkan utamanya adalah issue ketidakstabilan, pilih kuratif didukung oleh preventif dan promotif.
- pilih nggunakan dana jamkesmas untuk ngobati bapak muda kena tbc atau bapak muda kena gagal ginjal; kalau saya pilih ngobati bapak muda tbc oleh karena ada harapan sembuh dan biaya lebih ringan. Kalau ngobati gagal ginjal kecenderungannya tidak berhasil, membutuhkan biaya banyak, yang untung yang punya alat cuci.
- sepeda posyandu atau sepeda rapat; oleh karena acara posyandu lebih sering daripada acara rapat, maka pilih sepeda untuk posyandu.
- beli mobil operasional atau beli mobil untuk rapat; kalau saya pilih mobil untuk rapat, oleh karena rapat itu nyawanya seluruh kegiatan, kalau rapatnya tidak berhasil maka tidak ada yang memberi nyawa seluruh kegiatan yang lainnya.

Itulah prioritas, ada ilmunya, ada bukunya, intinya adalah memilih yang paling penting dari yang tidak penting; bisa berdasarkan tingkat bahaya sebuah persoalan, penimbulan kerugian yang besar jika tidak dipilih, menjadikan sebuah pekerjaan menjadi tidak berfungsi, menimbulkan krisis, menimbulkan keadaan darurat, menyangkut keterlibatan banyak orang, dan lain2.

Orang yang visi misinya muluk, mungkin akan memilih sebuah prioritas yang orang awam sangat tidak mengerti mengapa itu yang dipilih. Sementara itu, ada orang yang tidak pernah memilih oleh karena dia terlalu sibuk dengan kenyataan yang dihadapi.

“Ari inyong sing paling penting kiye nangani masalah antrean wong ndaftar sing kejeblogan plus tambah kegrujuk banyu sing tritisan. “

Minggu, 11 Oktober 2009

Tampilan “gajah diwadhahi tenggok”.


Tampilan “gajah diwadhahi tenggok”.

>>ini agak ilmiah, ada hitungan2nya<<

Kita mengenal kata “preview” yang biasanya kemudian diterjemahkan menjadi “pratinjau” atau kata “view” yang kemudian ada yang menerjemahkan menjadi “tampilan”. Saya tahunya adalah gambar atau tulisan atau tabel yang ditampilkan pada sebuah halaman kertas atau layar. Kertas yang biasa dipakai di Indonesia adalah kertas folio, saya lebih mudah menghafalnya dengan lebar 8.5 inci dan panjang 13 inci ini kalau dalam posisi tegak atau istilah lainnya portrait. Kalau didatarkan ukurannya menjadi lebar 13 inci panjang 8.5 inci ini namanya posisi landscape.

Pernahkah anda mencoba untuk menilik daya muat kertas folio tersebut? Setelah saya lihat di tampilan ternyata dalam posisi tegak/ portrait, kertas folio dapat memuat 9 kolom dengan masing2 kolom 9 satuan atau dalam hitungan abjad adalah kolom “a” sampai “i” dan kebawah dengan 67 baris. Dalam satuan pica atau ketukan mesin ketik dapat memuat 50 ketuk kekanan dan 78 spasi kebawah. Dalam posisi datar/ landscape dapat memuat 14 kolom dengan masing2 kolom 9 satuan atau dalam hitungan abjad adalah kolom “a” sampai “n” dan kebawah dengan 31 baris. Dalam satuan pica atau ketukan mesin ketik dapat memuat 78 ketuk kekanan dan 36 spasi kebawah. Kalau kepingin mudah menghafal ambil saja i67, n31 atau 50_78, 78_36.

Nah rumus itu kemudian kita coba untuk membuat laporan posyandu. Posyandu adalah suatu tempat pelayanan terpadu yang bertempat di suatu bagian desa yang mempunyai kegiatan pelayanan berupa kesehatan ibu anak, gizi, imunisasi, penanggulangan diare, keluarga berencana. Untuk menghafalnya disingkat KGIDK. Jadi yang harus dituliskan dalam laporan minimal adalah No =ditaruh dikolom a, Desa =kolom b, Posyandu =c, Imunisasi BCG DPTHB1 DPTHB2 DPTHB3 POL1 POL2 POL3 POL4 HEP0 CPK1 =defghijklm, Timbangan ditimbang D naik N tak dapat dievaluasi O tak naik T =kolom nopq, Imunisasi ibu hamil TT1 TT2 TT3 TT4 TT5 =kolom rstuv. Jadi kolom terakhir adalah “v”. Barisnya diperlukan sejumlah posyandu, kalau di suradadi ada sejumlah 43 posyandu, kalau di bumijawa bisa sampai 97 posyandu; ditambah 3 baris untuk judul dan kepala tabel 7 baris untuk tandatangan mengetahui. Jadi kedudukan akhir pojok kanan bawah adalah di posisi v53.

Kalau pakai picas alias ketukan: No terbesar 11= 2 ketuk, desa terpanjang purwahamba= 10 ketuk, posyandu terpanjang wijayakusuma ibu sri darningsih= 31 ketuk, sepuluh jenis imunisasi kali 4 ketuk= 40 ketuk, empat opsi timbangan kali 3 ketuk= 12 ketuk. Jumlahnya 2+10+31+40+12+15 (untuk batas kolom)= 110 ketuk. Untuk barisnya sama sejumlah 53 spasi. Jadi kedudukan akhir pojok kanan bawah adalah 110_53.

Selanjutnya kita perbandingkan: dibutuhkan area sampai v53 padahal tersedia hanya i67 atau dibutuhkan area pica spasi 110_53 sementara hanya tersedia 50_78.

Dalam posisi kedudukan tersebut belum lagi memuat hal yang berkait dengan pemeriksaan kehamilan yang meminta kolom untuk gravida, para, abortus, anak terkecil, jarak hamil, lila, berat badan, tensi, tablet tambah darah, tinggi, tinggi fundus uteri dll; pemeriksaan anak yang meminta anak sehat, anak sakit, obat/ nasehat yang diberikan; jumlah penderita diare datang sendiri, dirujuk kader, diberi oralit, diberi infus, dirujuk; pelayanan KB suntik, pil, kondom, kontrol IUD.

Kesimpulannya: kalau sampeyan memaksakan diri untuk membuat tampilan sedemikian banyak acara dengan penampakan yang besar atau standar 100% dalam wadah kertas folio yang kecil itu bagaikan sampeyan memaksakan diri mewadhahi gajah dalam sebuah tenggok.

Nek Lik Sih gemiyen ngarani “aeng”, lha nek jarene Mbokdene Tata ngaranine “aneh” utawa “ganjil”.

Kamis, 08 Oktober 2009

Komunikasi “Dalam Rangka”



Komunikasi “Dalam Rangka”

>>Ini bukan tulisan ilmiah, hanya gendhu-gendhu rasa untuk kalangan sendiri<<

Mungkin istilah “dalam rangka” ini hanya banyak dikenal oleh bendaharawan operasional dan orang yang berkait dengan itu seperti staf administrasi dan kepala bagian tatausaha. Di tempat lain ada tapi tidak begitu mencolok.

Kadang kita mungkin agak terganggu dengan kata “dalam rangka” ini, yang pada saat di mana ruangan untuk menulis kata2 yang lain sudah terbatas, masih harus ditambah lagi dengan kata “dalam rangka”. Tetapi ternyata kata itulah yang bisa menghubungkan suatu kegiatan tertentu dengan tujuan luhur yang telah kita buat atau telah kita visualkan dalam visi, misi, strategi, sehingga bisa memberikan pemahaman kepada siapa saja yang berkait dengan suatu kegiatan atau apapun yang berhubungan dengan “dalam rangka” tersebut, seperti staff atau anak buah, rekanan atau orang2 yang membantu mewujudkan cita2 kita, pengawas yang ikut membimbing kita ke jalan yang benar atau perwakilan rakyat yang mendukung cita2 ke depan kita.

Rangka adalah bagian terdalam dari badan kita yang mengait antara bagian satu dengan yang lain, sehingga “dalam rangka” adalah dalam tujuan mewujudkan sesuatu yang lebih hakiki lagi dari sekedar yang terlihat. Kalau tidak tahu “dalam rangka” nya orang akan selalu bertanya2: “kiye lugu2ne pan dinggo apa sih” (ini sebenarnya mau dipakai apa sih) atau “kepriben kiye sih donge” (bagaimana sih jelasnya hal ini).

Contohe kiye cerita2 fiksi:
Kolah diwenehi pelampung “dalam rangka”ne kareben ari wis kebak banyune terus mati dhewek. Terus oleh karena dipakai banyak orang sehingga sering rusak makane ditambahi stop kran “dalam rangka”ne kalau sewaktu2 rusak dapat dimatikan dulu stop krannya untuk “dalam rangka” untuk dapat diperbaiki besok pagi.
Lah deneng siki pelampunge rusak, stop krane ya rusak, pipa salurane ya rusak, priben jal?
Lha kuwe mergane ora pada ngerti “dalam rangka”ne pekerjaan itu dilakukan adalah “dalam rangka” untuk menjamin tersedianya air disetiap waktu untuk seluruh pemakai air dengan teknologi yang sederhana.

Kiye cerita fiksi lain:
Ini anda saya buatkan bangunan yang saya tinggikan sehingga setinggi jalan raya “dalam rangka” supaya anda tidak kebanjiran kemudian atapnya saya tinggikan “dalam rangka” supaya anda tidak sundul terus saya buatkan jalan nylengkuwer “dalam rangka” supaya masyarakat tidak susah parkir kalau datang ke tempat anda, “dalam rangka” memberikan pelayanan yang baik dan bermutu untuk masyarakat “dalam rangka” untuk ibadah kita “dalam rangka” mendapatkan ridhanya, wis pol.
Lah deneng niki wuwunge mboten disambung, tuli dalane banyu mboten didamel, pak. Napa niki mangkih “dalam rangka” ngge ngrujugi sing antri ten ngisore kalih ngge “dalam rangka” ngelebi bangunan “dalam rangka” kareben tambah kuat, tambah atos.
Lha kuwi mergane nek sampeyan ora ngerti “dalam rangka”.

Jumat, 02 Oktober 2009

Birokrasi "Gombal Mukiyo".


Birokrasi "Gombal Mukiyo".

((Ini bukan tulisan ilmiah, hanya gendhu-gendhu rasa untuk kalangan sendiri))

Sebenarnya saya sering tidak begitu berminat untuk berkomentar terhadap penyataan Presiden saya oleh karena seringnya beliau berkomentar. Tetapi sewaktu beliau menyangkut nama tetangga saya, akhirnya saya jadi kepingin gendhu-gendhu rasa.

Di kompas. “Kalau bisa dipersulit, mengapa dipermudah” bahasa Inggrisnya adalah “Gombale Mukiyo”

Mukiyo, orangnya kumal, mandinya jarang2, rambutnya juga jarang disisir sehingga gondrong awul2an, giginya juga jarang sikatan, kathoknya kombor campur debu, kaosnya “tugel lengene”, warnanya tidak bisa disebutkan oleh karena warnanya campur aduk dengan debu, cat, oli, paslin, “lugut”, “tlutuh” dan lain2nya. Gaya pergaulannya “saenake dhewe”, kalau sekarang namanya semau gue atau menterenge dissosial, lah. Kalau berdebat “eyelane wagu” atau “waton ngeyel” atau kalau dengan bahasane njenengan namanya debat kusir. Dalam hal penampilan seorang yang hampir sama penampilannya dengan Mukiyo adalah Paijo Keple-keple, cuma si Paijo Keple-keple ini orangnya pendiam alias "klentrang-klentreng" sementara satu2nya orang yang dapat mengimbangi debatnya adalah Mbah Yes oleh karena sama2 pendebat kusir. Njenengan bisa membayangkan, kalau Mukiyonya seperti itu, terus gombalnya seperti apa ?
Semua orang tidak menginginkan kesulitan, semua orang menginginkan sesuatu yang baik, menginginkan sesuatu yang bermutu. Kalau saya senang memahami mutu dengan kombinasi “mangfangat” dan “ragad”. Manfaat yang sebesar2nya dengan biaya yang sekecil2nya. Itu yang saya fahami dengan sesuatu yang bermutu. Barang yang bermanfaat bagus dengan harga yang murah. “Nang ngendi dik ketemune sing kaya kuwe”. “Langka”. Mutu itu adalah sesuatu yang efisien efektif. Kalau menurut Pak Agus guru bahasa saya dulu (“sing bapane mas Toto Sujatmiko”) sangkih dan mangkus.
Dalam rangka untuk mendapatkan mutu yang baik (efisien efektif) maka ada jalur2 yang harus dilalui seperti survei, penetapan kebutuhan, penggambaran sket, etung2an volume, penawaran, penetapan pemenang dan lain2nya. “Ngarang”. Disinilah kemudian sudah terjadi bias yang pertama antara “kebutuhan akan manfaat yang diharapkan nanti dipenuhi” dengan “gambar yang merupakan patokan untuk mewujudkan harapan manfaat”. Bias selanjutnya adalah antara “patokan gambar untuk mewujudkan harapan manfaat” dengan “biaya untuk mewujudkan gambar”. Bias2 selanjutnya akan terjadi dengan lingkungan, gelombang ekonomi yang naik turun dan lain2nya. “Mbuh apa maning”.
Jadi, njenengan ora bakal bisa ngatasi umpamanya masalah pemoncolan wuwungan yang paling2 hanya satu setengah meter (alas segitiga) dengan panjang dua meter dua sisi, atau kalau dihitung perseginya adalah setengah kali alas kali tinggi kali dua sisi, sama dengan setengah kali satusetengah kali dua kali dua, ketemunya 3 meter persegi. Walaupun njenengan siap menambah bea pengganti. Walaupun juga seandainya ini dikerjakan (oleh ahlinya) juga tidak terlalu sulit dan walaupun akan bermanfaat terhadap empat kali dua meter persegi ditambah empat kali tiga meter persegi bersama dengan banyak manusia dibawahnya dalam kurun waktu sekian tahun. Oleh karena apa? “Gambar” yang seharusnya dapat mewujudkan pemenuhan kebutuhan manfaat yang pernah njenengan sampaikan “tidak begitu”.
Njenengan juga tidak bisa dan juga tidak boleh bilang pada saya mengapa ngurus urusan nomer dan surat saja demikian lama, padahal di banjaran juga banyak nomer, di kartu remi juga ada nomernya, surat di kantor pos juga banyak, ataupun anda bilang padahal manfaat untuk “pemejengan” dan lain2 sudah menunggu.
Sabar kang, ana aturane, durung wektune, ngko ngenteni nek wis rusak bae gawanen, nglayani masyarakat aja kiyeng2 ngko ndhak kancane ora komanan ngamal.
Nyong akhire tiru pak Presiden: “karang ya gombale mukiyo”

Puskesmas Suradadi = Puskesmas yang UGDnya maju


Puskesmas Suradadi = Puskesmas yang UGDnya maju

((Ini bukan tulisan ilmiah, hanya gendhu-gendhu rasa untuk kalangan sendiri))

Katanya menurut standar yang baru, UGD adalah sebuah layanan kesehatan yang harus berada di depan dan kendaraan pembawa pasien tidak boleh parkir ke belakang lagi, tetapi harus langsung bisa berjalan kedepan memutar. Maka di Puskesmas Suradadi, UGD yang dulunya di belakang sekarang maju ke depan.
Standar pelayanan adalah patokan yang (akan selalu berubah) menurut kehendak kebutuhan orang yang dilayani, orang yang melayani, orang yang membuat standar, atau meniru sesuatu yang baik yang dilakukan orang lain, atau mengikuti cita2 dalam rangka untuk sebuah kebaikan. Memang begitulah manusia ingin selalu berubah yang lebih baik dan maju menurut jamannya.
Kadang kadang kita mengejek pendahulu2 kita yang sudah membuat standar atau semacam standar di masa lalu. Ini yang seharusnya tidak kita lakukan. Bahwa seseorang bercita, berpikir dan berbuat menurut jamannya. Pendahulu kita di masa lalu ada yang melakukan operasi dengan memukul kepala orang yang dioperasi supaya pingsan sehingga tidak dapat merasakan sakitnya operasi. Kalau sekarang kita lakukan seperti itu, bisa kita ganti dipukul oleh keluarganya. Kadang2 malah jaman lalu lebih berjaya dibanding dengan sekarang. Ini kita bandingkan dengan tingkat pemenuhan kebutuhan masyarakat pada jaman itu. Sebagai contoh adalah pendahulu kita dapat mendirikan tempat ibadah seperti candhi borobudur.
Puskesmas Tarub dan Slawi adalah puskesmas standar ukuran besar pada jamannya, ditiru untuk puskesmas Jatibogor sebagai puskesmas standar ukuran besar yang diperkecil sedikit. Puskesmas dengan satu sisi tempat pelayanan, dan sisi lain tempat administrasi dengan ditengahnya ada lontrong yang menyambung ke suatu aula di bagian belakang. Puskesmas kreasi Pak Hendry Harto, SKM adalah seperti Puskesmas Bumijawa, sisi satu sebagai tempat pelayanan, sisi lain ruang2 administrasi, ditengahnya aula besar, dapat digunakan untuk rapat ataupun untuk pekerjaan lain yang perlu ruang lebar. Puskesmas Penusupan, Puskesmas Bangungalih adalah puskesmas standard ukuran kecil untuk jamannya. Puskesmas pembantu Kebandingan Kedungbanteng adalah puskesmas pembantu standar ukuran besar menurut jamannya.
Puskesmas masa lalu dibangun sedikit demi sedikit alias ipil-ipil menurut kebutuhan pelayanan pada waktu itu. Mungkin waktu itu belum ada pemikiran ataupun skenario jangka panjang yang sekarang terkenalnya dengan visi, misi atau seandainya adapun masih sangat terbatas, yang penting bisa mencukupi kebutuhan pelayanan pada saat itu. Biasanya puskesmas didirikan dekat pasar. Ini kebiasaan bukan standar. Tapi kalau kemudian kita pikirkan lebih lanjut bahwa itu adalah strategi dalam mendekatkan jangkauan pelayanan kepada masyarakat oleh karena akses ke pasar mesti lebih bisa dijangkau oleh masyarakat sehingga secara otomatis orang yang menginginkan mendapatkan pelayanan kesehatan pada saat itu, dimana juga membutuhkan biaya, sudah sekaligus tercukupi dengan menjual ternak atau barang-barang yang dipunyai dirumah.
Prinsip itu kita tiru sekarang dengan mendirikan tempat pelayanan kesehatan di pinggir jalan raya untuk memudahkan jangkauan dan penjualan ternak atau barang2 di pasar diwakili dengan pendirian ATM sebagai sumber uang, yang ditempatkan bersama di dekat tempat pelayanan. Kalau begini, ternyata yang kita lakukan sekarang itu bukan suatu hal yang baru dan hebat, dan malah memang saya rasa kebanyakan hal di jaman sekarang ini lebih banyak meniru masa lalu, masa jaman kethoprak.
Kemudian kita mestinya harus berpikir sebelum membangun, (memang sudah dipikir). Apakah sesuai pembangunan yang kita lakukan sesuai yang dibutuhkan masyarakat, sesuai dengan gaya hidup kebiasaan atau malah sebaliknya mengganggu kenyamanan mereka dalam mendapatkan pelayanan. Rasa nyaman mereka mungkin tidak sama dengan rasa nyaman kita. Salah satu contoh adalah lantai keramik yang sebenarnya tidak cocok dengan lingkungan yang masih becek, benyek, jeblog. Pasien yang sakit dirawat di masa lalu dan mungkin juga sekarang masih, ditunggui oleh anggota semua anggota keluarga, bahkan tetangga satu RT atau RW. Mereka kepingin (berkeinginan) suasana tempat perawatan sebagai rumahnya sendiri, “idoh” atau bahkan muntah dilantai, itu biasa saja, nanti tinggal dicarikan abu dari dapur, ditutupkan, selesai. Kebiasaan kuno tersebut sekarang kita tiru dengan pembuatan ruang2 yang dikatakan ruang VIP, VVIP, pavilyun dan semacamnya, yang anggota keluarga bisa ikut menemani si sakit dalam satu rumah atau ruang yang pribadi.
Setelahnya kita juga harus berhitung, seberapa lama rentang waktu yang dibutuhkan untuk mengubah penampilan sebuah bangunan. Kalau sebuah pembangunan semudah kita menggambar sketsa atau semudah anak2 kita main buat rumah2an, tidak begitu bermasalah dengan masyarakat, tetapi sewaktu kita dihadapkan dengan pembiayaan yang pas2an, krisis ekonomi, perubahan harga dan harus bersangkutan dengan orang lain dengan tata cara yang diatur njlimet dengan persetujuan wakil rakyat, aturan tender dan lain2 (dalam rangka pemerataan pendapatan), kita harus berpikir ulang tentang untung rugi. Untung rugi sebuah tempat pelayanan yang ditutup, berapa pendapatan yang hilang begitu saja. Terus yang lain adalah ruginya mendapatkan cap tidak bisa merancang dengan baik, atau yang lainnya lagi adalah seolah2 mengisyaratkan ketidakmampuan pemerintah. Nenek moyang telah berpesan aja kegedhen empyak kurang cagak. Kalau ternyata kita bersama tidak bisa menghitung dengan baik, mendhing kita mencari orang tua (konsultan) yang bisa menghitung dengan tepat dan baik. Tetapi standar aturan tidak menyuruh begitu, priben jal?
Dua tahun untuk sebuah “plungkeran” mobil ambulan.

Selasa, 29 September 2009

KLB Diare dengan pasien terbanyak di Indonesia


KLB Diare dengan pasien terbanyak di Indonesia


((Ini bukan tulisan ilmiah, Hanya untuk kalangan sendiri. Hanya gendu-gendu rasa))

Kalau anda mendengar kata puskesmas Suradadi, kemungkinan yang anda gambarkan kembali dalam bayangan pikiran anda adalah pasien yang tergeletak pada veltbed2 yang terletak di lorong2 doorloop atau lorong masuk kamar atau di aula. Betul, itu adalah suatu kejadian yang luar biasa terjadi di puskesmas suradadi yang disiarkan di hampir seluruh televisi di Indonesia, tanggal 16 mei 2008. Mungkin belum pernah terjadi kejadian seperti itu di Indonesia dalam suatu satuan tempat tingkat pedusunan/ pedukuhan dan waktu kejadian yang demikian cepat.

Sampai akhir KLB telah dilayani sebanyak 250 penderita dengan total 351 hari perawatan, belum ditambah hari perawatan pasien yang dirujuk ke rumah sakit dr Soeselo slawi.

Yang sangat bagus di kala itu adalah respon semua elemen masyarakat yang sedemikian cepat, dari Rt, Rw, Kadus, Kades, Muspika yang segera melakukan sweeping terhadap seluruh warga masyarakat di dusun Blubuk, desa Purwahamba, kecamatan Suradadi setelah awal terdeteksinya KLB. Beliau2 sekaligus mengadakan evakuasi korban ke Puskesmas Rawat Inap Suradadi dengan segala jenis angkutan yang dipunyai menerjang jalan desa yang saat itu sangat rusak sekali. Beliau2 pula yang mengambil inisiatif meminjam veltbed2 kepunyaan pak tentara di batalyon, oleh karena puskesmas saat itu hanya mempunyai tikar yang dibentang di aula (untungnya juga punya banyak tikar), Untungnya pula masih punya banyak cairan infus, oleh karena baru saja mengambil jatah obat dari dinas kesehatan, itupun akhirnya tidak cukup sehingga harus ditambah lagi oleh dinas kesehatan.

Untungnya juga waktu itu sudah zamannya handphone sehingga laporan ke dinas kesehatan langsung dapat diterima, demikian pula koordinasi ke seluruh karyawan baik medis, paramedis dan nonmedis bisa dilakukan dengan cepat, begitu pula cepat pula dapat bantuan tenaga dari puskesmas wilayah sekitar.

Sebenarnya ingin saya tuliskan di dalam prasasti, terimakasih atas peran Pak Rt, Pak Rw, Pak Prangkat Desa, Pak Kades, Pak Muspika, rekan2 Puskesmas sekitar, pada dinding luar puskesmas, agar selalu terkenang jasa beliau.

Sampai sekarang kejadian itu sudah 1 tahun 4 bulan. Bayi yang dikandung seorang ibu yang 3 anaknya terjangkit KLB pada saat itu sudah bisa berlari2.

Semoga kejadian itu tidak terjadi lagi.

Jumat, 25 September 2009

informasi awal


puskesmas suradadi adalah salah satu dari 29 puskesmas di kabupaten tegal provinsi jawa tengah indonesia.